Menarik untuk dicermati, sajian data yang dihimpun oleh Pusat
Pengujian Balitbang Depdiknas menunjukkan, bahwa rata-rata NEM SD untuk
beberapa mata pelajaran masih rendah (Matematika: 5,2, IPA : 6,17).
Untuk SLTP ternyata lebih rendah lagi (Matematika: 5,2 dan IPA: 4,85).
Begitu pula laporan dari Reading Literacy Study (1994) sungguh
mengejutkan, bahwa kemampuan membaca siswa SD kelas IV di Indonesia
berada di urutan kedua dari bawah dari sekitar 30 negara, sementara
kemampuan IPA SLTA berada di urutan ke-33 dari 39 negara. (
The Third International Mathematics and Science Study – Report, 1995).
Mengkritisi berbagai data dan laporan di atas, maka timbul beberapa
pertanyaan dalam benak kita. Bagaimana proses pembelajaran yang selama
ini berlangsung? Dan bagaimana pula action ‘sang guru’ kita
saat di kelas? Pertanyaan ini mungkin menjadi otokritik, tentang
sejauhmana para guru telah melakukan inovasi dalam pembelajarannya.
Ditengarai selama ini, masih banyak guru yang belum
melaksanakan tugas mengajarnya dengan optimal. Kepala Dinas Pendidikan
Jawa Tengah, Dr. Soebagyo Brotosedjati mengatakan, “Hingga kini masih
banyak guru yang belum memenuhi standar kualifikasi pendidikan. Padahal
salah satu kunci keberhasilan pendidikan terletak pada guru”. Menurut
beliau masih ada sekira 47,5 % yang belum memenuhi standar kualifikasi
sebagai guru.” (Suara Merdeka : 2002). Kenyataan ini begitu memilukan
dan menjadi semacam “pil pahit” bagi dunia pendidikan. Sehingga tentu
menjadi wajar sajian data di atas bahwa mutu pendidikan kita masih
rendah.
Keberadaan guru dalam suatu proses pembelajaran sesungguhnya memiliki
peran dan kedudukan yang signifikan. Dr. George Lozanov, seorang
peneliti pendidikan dan tokoh Metode Pembelajaran Cepat dari Bulgaria
berujar,” Pengaruh guru sangat jelas dalam kesuksesan siswa” (Lozanov :
1980). Pendapat yang hampir senada dikemukakan oleh pencetus Metode
Belajar Quching (quantum teaching), Bobbi de Porter (2002) yang berpendapat bahawa guru itu sebagai penggubah keberhasilan belajar siswa.
Kedua pendapat tokoh tersebut barangkali ada benarnya, siswa akan
lebih terkembangkan potensi, bakat dan minatnya manakala guru mampu
membimbing dan mengarahkannya. Ketika di kelas, sebenarnya guru dituntut
tidak hanya sebagai pen-transfer of knowledge ansich tetapi
juga mampu memerankan diri sebagai pewaris nilai, pembimbing,
fasilitator, rekan belajar, model, direktur dan motivator (Oemar Hamalik
: 2001).
Pemahaman di atas bukan berarti guru sebagai sosok segala-galanya dan
amat mendominasi. Siswa tetap diperlakukan sebagai subjek belajar yang
memiliki kedudukan penting dalam proses pembelajaran.
Dengan berbagai atribut yanng sedemikian mulia namun sekaligus berat ini, maka menjadi sebuah keniscayaan (sine qua-non)
bagi para guru untuk senantiasa melakukan berbagai inovasi dalam
pembelajarannya. Kemampuan untuk melakukan inovasi ini tentu saja
mensyaratkan sosok guru yang kreatif, produktif, cerdas, komitmen tinggi
dan tidak merasa puas dengan keadaan yang sudah ada.
Inovasi Pembelajaran
Ketika mendengar kata inovasi, yang muncul di benak kita barangkali
sesuatu yang baru, unik dan menarik. Kebaruan, keunikan dan yang menarik
itu pada akhirnya membawa kemanfaatan. Pendapat tersebut nampaknya
tidak salah, dalam arti manusia sebagai makhluk sosial yang dinamis dan
tak puas dengan apa yang sudah ada akan selalu mencoba, menggali dan
menciptakan sesuatu yang ‘ baru ‘ atau ‘ lain ‘ dari biasanya, Begitu
pula masalah inovasi yang erat kaitannya dengan proses pembelajaran. Di
mana proses pembelajaran melibatkan manusia (baca : siswa dan guru) yang
memiliki karakteristik khas yaitu keinginan untuk mengembangkan diri,
maju dan berprestasi.
Kamus Besar Bahasa Indonesia memberi batasan, inovasi
sebagai pemasukan atau pengenalan hal-hal yang baru, penemuan baru yang
berbeda dari yang sudah ada atau yang sudah dikenal sebelumnya baik
berupa gagasan, metode atau alat (KBBI, 1990 : 330). Dari pengertian ini
nampak bahwa inovasi itu identik dengan sesuatu yang baru, baik berupa
alat, gagasan maupun metode. Dengan berpijak pada pengertian tersebut,
maka inovasi pembelajaran dapat dimaknai sebagai suatu upaya baru dalam
proses pembelajaran, dengan menggunakan berbagai metode, pendekatan,
sarana dan suasana yang mendukung untuk tercapainya tujuan pembelajaran.
Hasbullah (2001) berpendapat bahwa ‘baru’ dalam inovasi itu merupakan
apa saja yang belum dipahami, diterima atau dilaksanakan oleh si
penerima inovasi.
Menurut Gagne (1975), setidaknya ada empat fungsi yang harus dilakukan guru kaitannya sebagai motivator. Pertama, arousal function atau membangkitkan dorongan siswa untuk belajar. Kedua, expectancy funtion yaitu menjelaskan secara kongkret kepada siswa apa yang dapat dilakukan pada akhir pengajaran. Ketiga, incentive function maksudnya
guru memberikan ganjaran untuk prestasi yang dicapai dalam rangka
merangsang pencapaian prestasi berikutnya dan keempat, disciplinary function bahwa guru membantu keteraturan tingkah laku siswa.
Keempat fungsi tersebut, selayaknya diperankan dengan tepat oleh guru
dalam sebuah proses pembelajaran, sehingga diharapkan motivasi belajar
siswa semakin lama akan semakin meningkat dan tinggi.
Contoh dan Bentuk Inovasi yang Sederhana
Perlu disadari bahwa pembelajaran merupakan suatu interaksi yang
bersifat kompleks dan timbal-balik antara guru dengan siswa dan siswa
dengan siswa. Selayaknya siswa diberi kesempatan yang memadai untuk ikut
ambil bagian dan diperlakukan secara tepat dalam sebuah proses
pembelajaran.
Ditengarai bahwa dunia anak (baca : TK dan SD) merupakan dunia
bermain, tetapi acapkali guru melupakan hal ini. Semestinya setiap guru
dalam setiap proses pembelajarannya menciptakan suasana yang
menyenangkan (fun), menggairahkan (horee), dinamis (mobile), penuh
semangat (ekpresif) dan penuh tantangan (chalenge).
Oleh karena itu berbagai inovasi dapat dicoba untuk dikembannngkan
walaupun amat sederhana. Beberapa bentuk inovasi yang sempat penulis
cobakan, diantaranya:
Pembuatan yel-yel
Yel-yel
ini biasanya dilakukan sebelum pembelajaran dimulai, guru mengajak
siswa untuk bersama-sama mengucapkan beberapa yel yang telah diajarkan
kepada mereka.
Tujuannya :
1. menumbuhkan semangat belajar siswa.
2. menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan.
3. mewujudkan hubungan yang akrab antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa.
Berbagai variasi yel dapat diciptakan oleh guru, dengan mengubah lagu
tertentu yang sudah dihapal siswa serta menggunakan kepalan tangan,
suara yang bersemangat, mimik muka serta kekompakan siswa dalam
pengucapannya.
Penulis membagi pembuatan yel ini dalam dua bagian, yaitu yel-yel
kelas, yang memberi semangat untuk pengkondisian kelas sehingga siswa
siap belajar (apersepsi dan motivasi), dan yel-yel mata pelajaran yaitu
memberi semangat untuk mengikuti pelajaran tertentu.
Di bawah ini, contoh-contoh yel yang telah dibuat dan dilakukan ketika akan dimulai proses pembelajaran.
Contoh Yel-yel kelas
KELASKU….KELASKU….KELASKU
YANG TERBAIKK… OK ! ALLOHU AKBAR !
AKU ANAK SHOLEH !!!!!!! ……………..
DEDEED….DEDEED…..DEDEED……….ALLOHU AKBAR !
Contoh yel-yel mata pelajaran
Pelajaran Matematika
MATE… MATE… MATIKU……MATEMATIKA
AKU SENANG BEL-LAJAR MATEMATIKA
YES !!!! ALLOHU AKBAR !
Pelajaran IPA
IPAAA….IPAA….IPAAA I PE A
ILMU,,,, PENGETAHUAN,,,, ALAM
IS THE BEST , OH YEE… ALLOHU AKBAR !
Pelajaran IPS
IPSSSSSS… IPSSSSSSSSSS…IPSSSSSSSSSSSS…
I LIKE IT …. I LIKE IT, OH LALA…. OH LALA
ALLOHU AKBAR !
Pelajaran Bahasa Indanesia
BI……….BI…………..BI…………………
WOW KERREEEN………ALLOHU AKBAR !
Semua yel-yel selalu diakhiri dengan lafadz takbir, sambil
mengepalkan tangan kanan ke atas. Hal ini dimaksudkan untuk menanamkan
nilai kepada siswa bahwa semua yang ada di dunia ini adalah kecil, yang
maha besar dan maha angung hanyalah Alloh azza wa zalla, pemilik alam
semesta dan pemberi ilmu pengetahuan.
Pemberian Reward
Berdasarkan
pangalaman di lapangan, anak kelas bawah (baca : SD) amat senang
apabila usaha belajarnya dihargai dan mendapat pengakuan dari guru,
walaupun amat sederhana. Oleh karena itu, para guru nampaknya jangan
terlalu pelit untuk menberikan penghargaan, selama dilakukan dengan
memperhatikan waktu dan cara yang tepat. Penghargaan itu sendiri dapat
dimaknai sebagai alat pengajaran dalam rangka pengkondisian siswa
menjadi senang belajar.
Tujuannya:
1. mendorong siswa agar lebih giat belajar.
2. memberi apresiasi atas usaha mereka.
3. menumbuhkan persaingan yang sehat antar siswa untuk meningkatkan prestasi
Pemberian penghargaan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara dan
sesuai kesempatan yang ada. Penulis membaginya dalam beberapa macam,
yakni dalam bentuk ucapan, tulisan, barang/benda dan penghargaan khusus.
Seyogyanya penghargaan ini dapat menjadi kebanggaan siswa akan
eksistensi dirinya, yang nantinya meningkatkan rasa percaya diri dan
motivasi diri.
Penghargaan berupa ucapan.
Pemberian penghargaan ini dapat dilakukan dengan direncanakan terlebih
daluhu atau bersifat spontan saja. Yang terpenting bahwa setiap siswa
yang menunjukkan suatu usaha, maka layak dihargai. Pemberian pujian bagi
siswa yang berpatisipasi aktif dalam proses pembelajaran, seperti
kata-kata YESS ! (sambil mengancungkan jempol tangan), Excelent (dua
jari membentuk huruf V), Thankyou Very Much (kedua tangan diacungkan ke
atas) dll.
Penghargaan berupa tulisan.
Hal ini dapat dilakukan setiap hari, ketika siswa mengerjakan tugas atau
PR. Penghargaan ini diberikan dengan cara guru menuliskan di buku
catatan atau tugas siswa, berupa kata pujian, terutama bagi siswa yang
berhasil mendapat nilai bagus (80-100). Kalimat pujian tersebut
diantaranya “ selamat, you are the best student “ , “ Alhamdulillah,
kamu anak pintar “ , “ pacu terus prestasimu “ ,
Penghargaan berupa barang/benda
Berbagai benda sebenarnya dapat dijadikan alat penghargaan, baik benda yang sudah ada maupun yang telah dimodifikasi/disiapkan.
Penulis misalnya memberikan penghargaan berupa bintang, terbuat dari
kertas karton/asturo berukuran kecil bagi siswa yang mendapat nilai
tinggi (80-100) baik latihan soal, tugas maupun PR.
Kalung medali pelajaran, terbuat dari gabus yang menyerupai sebuah
medali dengan menggunakan tali warna. Medali dibuat khusus untuk setiap
mata pelajaran, dan diberikan kepada siswa setiap selesai ulangan
harian. Siswa yang mendapat nilai tertinggi dalam ulangan harian berhak
menerima medali.
Sewaktu-waktu tidak ada salahnya apabila guru memberikan penghargaan
berupa uang jajan, walaupun dengan nilai nominal yang relatif kecil.
Bagi siswa terkadang bukan besar kecilnya uang tetapi kebanggaan
mendapatkannya dari guru yang dicintainya.
Penghargaan khusus
Penghargaan ini sifatnya spontan dan insidental, di mana siswa yang
berhasil menjawab dengan tepat pertanyaan dari guru dimungkinkan untuk
istirahat atau pulang terlebih dahulu.
3. Pemberian sanksi
Dalam sebuah proses pembelajaran perlu ada semacam aturan main (rule of
the game). Hal ini dimaksudkan agar pembelajaran dapat berjalan dengan
baik, termasuk perlu adanya sanksi yang disepakati bersama antara guru
dengan siswa. Tetapi diupayakan dalam pemberian saknsi ini betul-betul
bersifat pedagogis (mendidik).
Tujuannya :
1. terwujudnya kelas yang tertib, namun diupayakan tetap menyenangkan.
2. penanaman disiplin kepada anak.
3. mendidik siswa untuk bertanggung jawab terhadap apa yang telah dilakukan.
Kotak Soal
Dibuat
dari bekas wadah susu atau makanan lain, yang berbentuk segi empat,
kemudian dibungkus kertas kado, dengan warna yang menarik ditempel di
dinding kelas sejumlah mata pelajaran, sehingga setiap mapel memiliki
kotak soal tersendiri.
Tujuannya :
mendorong siswa agar senang mempelajari soal sesuai keinginannya setiap saat.
Memberi kesempatan memanfaatkan waktu luang untuk mempelajari soal-soal.
Soal ini dibuat dengan berbagai bentuk, seperti soal cerita, kuis, siapa
aku, tanya jawab, dll. Di tulis di kertas asturo atau kertas lain
dengan bentuk yang menarik.
Pokjar (Kelompok Belajar)
Siswa
dibagi dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok terdiri dari 4-5
siswa, setiap kelompok dipilih satu ketua yang mampu memimpin dan
membantu anggotanya.
Tujuannya :
Matih kerjasama antara siswa
Menanamkan jiwa kepemimpinan dan saling membantu
Terjadi pertukaran pengetahuan dan memungkinkan siswa yang sudah paham mengajari teman lainnya .
Dalam pelajaran tertentu, guru memberikan masalah kemudian siswa
mendiskusikanya dalam kelompok. Adapun tempat pengerjaannya diserahkan
sepenuhnya pada mereka, asal waktunya ditetapkan dengan jelas. Mereka
boleh mengerjakan di kelas (in-door) atau diluar kelas (out-door)
seperti perpustakaan, halaman sekolah, aula atau mushola.
Bagi kelompok yang berhasil meraih nilai tertinggi dan paling cepat,
akan diberi penghargaan berupa bintang kelompok, yang nantinya ditempel
di dinding dengan menggunakan gabus berukuran 100 cm x 75 cm. Gabus
tersebut diberi tulisan “ Alhamdulillah, Mamah….. Mamah……….. inilah
bintang kelompokku………”.
6. Perpustakaan Kelas
Penanaman
kebiasaan membaca harus selalu ditumbuhkan. Kehadiran perpustakaan
kelas merupakan salah satu strategi yang dapat dilakukan. Berbagai buku
yang bersifat ringan dan dapat menggugah kreativitas siswa bisa
dijadikan referensi. Majalah Bobo, Annida, Anak Sholeh, buku cerita,
kisah sahabat dan petualangan hewan merupakan pilihan bagi mereka.
Tujuannya :
Menanamkan kebiasaan membaca sejak dini, karena membaca adalah kunci pengetahuan.
Memanfaatkan waktu luang secara baik.
Adapun sumber bukunya dapat diperoleh dari sumbangan siswa sendiri yakni
membawa buku bacaan bekas dari rumah, membeli atau sumbangan.
Mading Kelas
Kehadiran
majalah dinding (mading) kelas menjadi satu terobosan yang cukup baik.
Diantara siswa ada yang dipilih menjadi pengurus mading. Mereka ada yang
bertugas sebagai pimpinan redaksi, reporter, ilustrasi atau pencari
berita.
Tujuannya :
Menampung hasil karya siswa berupa gambar, cerita/karangan, puisi, atau pengalaman pribadi.
Membiasakan siswa untuk menulis, segala ide, impian dan harapan dapat ditumpahkan dalam karya tulis.
Menumbuhkan semangat belajar dan membaca.
Biasanya siswa akan senang, apabila karyanya dilihat oleh
teman-temannya. Hasil karya yang ditempel bisa saja sengaja dibuat oleh
siswa di rumah atau hasil tugas mata pelajaran tertentu.
8. Setting Kelas
Untuk
sekolah yang full day school kemungkinan besar siswa akan merasa jenuh
dan capek berada terus di sekolah atau kelas. Oleh karena itu bagaimana
menciptakan ruangan dan suasana kelas yang meminimalisir kejenuhan
mereka.
Setting kelas dapat dilakukan oleh guru dengan cara penataan ruangan,
pemasangan gambar, tulisan yang memotivasi, warna-warni yang menyolok,
hiasan yang menggugah poster dll. Contohnya poster dapat ditempel di
dinding kelas. Bunyi poster misalnya, “ BELAJAR ITU MUDAH DAN
MENYENANGKAN “, “ MEMBACA MENJADI KEBUTUHANKU “, AKU INGIN MENJADI ANAK
PINTAR DAN SHOLEH “, “ BELAJAR ITU IBADAH, BERPRESTASI ITU INDAH.”
Setiap minggu sekali, siswa diperbolehkan untuk berpindah tempat
duduknya, sesuai keinginan mereka. Papan tulis, setiap semester sekali
dapat dirubah posisinya, sesuai kesepakatan dengan siswa.
Mencatat dengan Peta Pikiran
Hasil
temuan mutakhir menunjukan bahwa otak manusia memiliki kehebatan yang
luar biasa, ada otak kiri dan otak kanan. Untuk mengembangkan kemampuan
otak kanan yang penuh dengan imajinasi, siswa diajarkan cara menulis
dengan menggunakan peta pikiran.
Tujuannya :
Mempermudah mengingat/menghapal materi pelajaran.
Menulis sambil menggambar disertai warna akan lebih menarik dan tidak jenuh.
Mengembangkan daya imajinasi dan kreatifitas anak.
Guru harus menyusun terlebih dahulu materinya yang sesuai. Siswa
diberi kebebasan untuk mewarnai, menggambar dan membuatnya sendiri.
Penggunaan alat peraga
Alat
peraga boleh dikatakan sebagai salah satu pendukung kesuksesan
pembelajaran, karena dengan media ini biasanya pembelajaran menjadi
lebih menarik. Berbagai media dapat dibuat guru walaupun sederhana.
Tujuannya :
Memperjelas materi yang disampaikan, karena siswa melihat secara langsung.
Menarik siswa sehingga penbelajaran lebih hidup dan dinamis.
Sebagai sarana untuk menambah pemahaman siswa tentang materi mata pelajaran, terutama media yang berupa permainan.
Media yang dapat dibuat misalnya kartu permainan perkalian. pembagian
dan pengurangan. Angka gabus berwarna (matematika), fuzel IPA, PP IPA,
kartu permainan IPA (IPA), PP IPS, mata angin, gambar, denah (IPS),
kartu berpasangan, papan sinonim/antonim (B. Indonesia). Prinsip utama
dari pembuatan alat peraga adalah dengan media maka pembelajaran lebih
bermakna dan menggairahkan.
Pembelajaran sambil bermain
Kegiatan
ini amat tergantung pada gurunya. Pembelajaran tidak harus selalu
serius, siswa duduk manis semua di meja, mendengarkan ceramah guru
dengan tidak boleh melirik kiri dan kanan. Sebenarnya dimungkinkan
pembelajaran dengan mengadopsi berbagai permainan yang sering dilihat
oleh anak-anak di TV seperti kuis siapa aku, tebaklah, siapa berani dll.
Selain itu guru bisa mengembangkan metode ini berdasarkan pengalaman di
lapangan. Contohnya dalam pelajaran B. Indonesia, mengadakan permainan
tebak kata, di mana setiap siswa menyiapkan kata yang telah dipahami
artinya, kemudian dia mengemukakan huruf awal sambil menyebutkan
ciri-cirinya. Permainan peribahasa, dengan cara melanjutkan peribahasa
yang telah diucapkan siswa lain, apabila ada yang salah maka, dia maju
ke depan untuk bernyanyi (nasyid).
Begitu banyak bentuk permainan yang dapat dilakukan oleh guru, dan
kesemuanya bertujuan untuk lebih menarik siswa dalam pembelajaran.
PENUTUP
Inovasi pembelajaran merupakan sesuatu yang penting dan mesti dimiliki
atau dilakukan oleh guru. Hal ini disebabkan karena pembelajaran akan
lebih hidup dan bermakna. Berbagai inovasi tersebut diharapkan dapat
memberikan motivasi kepada siswa agar lebih giat dan senang belajar.
Seperti yang telah dipaparkan, pada hakekatnya sifat inovasi itu amat
relatif, dalam arti inovasi yang kita lakukan sebenarnya barangkali
sudah tidak asing bagi orang lain. Tetapi sebagai seorang guru yang
setiap hari berinteraksi dengan anak, maka tidaklah salah apabila
terus-menerus melakkukan inovasi dalam pembelajaran.
Kemauan guru untuk mencoba menemukan, menggali dan mencari berbagai
terobosan, pendekatan, metode dan sistem pembelajaran merupakan salah
satu penunjang akan munculnya berbagai inovasi-inovasi baru yang segar
dan mencerahkan.
Penulis memandang, tanpa dibarengi kemauan dari guru untuk selalu
berinovasi dalam pembelajarannya, maka dimungkinkan pembelajaran akan
dirasa menjenuhkan oleh siswa. Di samping itu, guru tidak akan
terkembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal. Inovasi akhirnya
menjadi sesuatu yang harus dicoba untuk dilakukan, sesederhana apapun.